oleh : Uha Bahaudin
Bukan tidak suka membaca buku kisah anak-anak muda entrepreneur yang sukses di era berkembangnya aplikasi dan media sosial seperti sekarang ini. Tapi saya lebih suka ketemu fisik. Bertatap muka langsung dengan mereka.
“Menemui dan bersilaturahmi dengan para alim ‘ulama adalah bagian dari sikap ta’dzim kita, pada kepribadian dan ilmunya para guru, gawagis, kyai dan habaib, lalu kita dapat barokahnya.”
Begitu Gus Baha ngendhikan (berkata) dalam kanal Youtube.
Ibarat kata, bila kita berkumpul dengan pedagang minyak wangi, akan dapat wanginya. Lalu bila kita kumpul dengan orang-orang soleh, akan dapat kesalehannya.Minimal auranya.
Saya pun melakukan Napak Tilas Enterpreneur. Berharap dapat update strategi bisnisnya. Dan betul sekali, itu yang saya rasakan.
Ternyata jauh. Jauh sekali saya tertinggal.
Padahal smartphone selalu di tangan. Bahkan setiap saat. Saya merasa sudah larut juga di tengah kumparan dunia digital. Ternyata salah.
Saya jalan lurus. Tak pernah mencoba hal-hal baru. Lalu cara memanfaatkan alat teknologi, berikut kuotanya yang ternyata berbeda.
Saya hanya lebih banyak update informasi saja. Sedangkan mereka aktif menggali aplikasi penyedot uang.
Nah.Di saat munculnya wabah pandemi seperti sekarang ini. Baru terasa. Dunia usaha yang saya jalani, sangat terdampak. Omset menurun. Padahal beban dan resikonya tetap. Harus dihadapi. Bahkan naik melonjak.
Belum lagi sebagian pengusaha yang modal usahanya menggunakan jasa perbankan.
“Wis.. angel, wis wis angel!” Mungkin begitu lelucon Cak Kartolo menjawab. Dan viral. Gathuk (pas) , bagaikan kesimpulan penutup. Dari segala pencarian solusi berkelit di masa sulit.
TEMUI BERTO
Di Jakarta, saya menemui Berto Saksono Jati, di BRI Tower lantai 9 Benhil. Disitulah dia sehari-hari beraktifitas. Dia Digital Marketer. Pendiri SB1M. Sekolah Bisnis 1 Miliar.
Oleh komunitasnya, Berto dijuluki Bapak Kepala Sekolah. Dia mengajarkan gratis ilmu marketingnya kepada 1.700 an anak muda sejak 2013.
Yaitu ilmu yang dia gunakan membangun beberapa start up usahanya.
Materinya membuat website. Cara beriklan di facebook, instagram, dan youtube.
Usaha miliknya berkembang semua. Omset bulanannya sudah miliaran. Beberapa usahanya yang terkenal di kalangan kaum milenial Jakarta, adalah seperti Bloop Endorse Fashion. Restoran Bebek Ginyo. Restoran Eat Happens. Dan tiga belas gerai lainnya di Jabotabek.
TEMUI YOYOK
Kemudian saya ke Yogyakarta. Saya menemui Yoyok Rubianto, yang viral dapat julukan Sultan mBantul. Bisnis anak muda ini moncer memasarkan panci ke seluruh dunia.
Begini. Di Indonesia ada banyak marketplace semacam Tokopedia, Bukalapak, Shopee dan lain lain.
Begitupun di berbagai negara. Masing masing memiliki marketplace.
Iklan facebook-nya Yoyok menembus pasar digital itu. Di semua negara. “Kecuali Korea,” kata Yoyok.
Saya hadir di Happy Marketer. Seminarnya Yoyok di Hotel Ambarukmo Yogyakarta. Dia paparkan rumus-rumus algoritma bisnisnya.
Kini Yoyok sudah memasarkan 300 jenis komoditi di facebook dan di berbagai platform bisnis lainnya.
Yoyok jadi populer.
Tidak heran, Yoyok diundang ke Jakarta untuk share business experience-nya di Podcast Deddy Corbuzier (nama lengkapnya Deodatus Andreas Deddy Cahyadi Sunjoyo). Lalu viral di Youtube.
“Yok, kamu benar pasang iklan di facebook sebesar 2.5 miliar sehari?” tanya Deddy Corbuzier.
“Sekarang, lebih,” jawab Yoyok santai.
Cara mengatur iklannya di facebook, Yoyok detail sekali. Tujuannya agar tidak boncos. Tidak rugi.
Misalnya dalam satu jam, facebook menampilkan 5 iklan dengan pemilik akun berbeda.
Lalu Yoyok membuat akun banyak dengan nama berbeda. Alias Beternak Akun. Negitu istilah populer di kalangan pebisnis digital.
Sehingga pemasang iklan lainnya tergeser ke bawah.
Pengguna facebook saat pertama membuka aplikasi, emosi masih fresh. Stabil. Semua dibaca. Diperhatikan. Kalau menarik, diklik. Maka Yoyok sudah dapat pengunjung iklan.
Makin banyak pengunjung iklannya, makin besar kemungkinan laku jualannya. He he he. Makanya saya jadi ingat iklan di Koran,l. Pemasang iklan baris suka minta dicantumkan paling atas pas di bawah judul kolom kategori iklan.
Bahkan materi iklannya minta didahului dengan tanda bintang sebelum teks iklannya,. Agar oleh system computer layout terbaca dulu urut tanda baca.
Bahkan ada yang minta hurufnya di-bold semua.
Sebab keuntungannya, kalau termuat di atas, pemasang iklan Koran langsung dapat respon esok paginya.
Kini, sehari-hari Yoyok beraktivitas di kantor yang dia bangun. Yaitu PT Yoshugi Media Group. Yang terletak di Jalan Wonosari KM 8 Yogyakarta.
TEMUI RIZHAN
Lalu saya pergi ke Surabaya menemui Rizhan Muhamad Yahya. Di rumahnya kawasan elit Kertajaya Indah Regency.
Rizhan masih muda dibanding saya. Dia kelahiran 1992. Saya lahir 1970.
Awalnya, Rizhan adalah kontraktor dan developer property. Tahun 2018 mengalami kerugian hingga Rp 1,5 miliar.
Hal itu membuat dia lebih banyak tinggal di rumah. Padahal sejak SMA dan saat masih kuliah di Hubungan International Unair, dia tak pernah absen basket. Bahkan saat sudah memulai bisnis kontraktor pun basket adalah hidupnya.
Terlebih bila Jawa Pos menggelar event basket DBL. “Bangga mengikutinya,” ujar Rizhan.
Rizhan lalu tiap hari browsing di internet. Belajar sendiri. Bagaimana cara membuat website. Cara membuat aplikasi bisnis. Cara membuat copy writing untuk konten jualannya. Juga cara edit foto dan video.
Sesekali menghadiri seminar yang menurutnya ada kaitan dengan ilmu yang sedang dia ulik di internet.
Dalam waktu kurang lebih setahun, pertengahan 2019, dia sudah menghasilkan pundi-pundi rupiah. Dan bisa menutup kerugian usahanya yang dahulu (Rp 1,5 miliar). Hebat.
Sekarang ada sekitar 10 jenis produk yang dia pasarkan di internet. Mulai herbal, aksesoris otomotif, kecantikan, dan buka kelas basket.
Ilmu marketingnya sudah sekelas Yoyok. Hanya Rizhan memilih sepi, pada komunitas digital marketing. Banyak yang menyarankan agar buka kelas facebook di Surabaya. Tapi dia masih belum mau.
Saat ini, setelah penjualannya miliaran, dia terus merekrut anak-anak muda yang memiliki kemampuan di bidang IT.
Customer servicenya sudah 10 orang, untuk melayani chat WA dengan pembeli.
Promosinya, transaksinya juga pengirimannya sudah tersistem. Semua menggunakan aplikasi bisnis yang dia bangun.
Betul. Dunia sudah berubah. Terlebih datangnya musim pandemi begini.
Komoditinya tetap. Pembeli juga masih ada. Bahkan banyak.
Lihat, usaha jasa expedisi meningkat tajam. Orang bertransaksi ternyata masih banyak.
Hanya saja cara berbelanja konsumen saat ini yang sudah migrasi ke online. Lebih praktis. Hemat waktu dan tenaga.
Pergi ke mall sekeluarga, saat ini, hanya untuk mencari hiburan dan makan bersama. Itu pun kalau tidak ada PSBB.
Dari Napak Tilas Enterpreneur inilah, saya pun mulai mengubah cara penjualan. Dari cara konvensional ke cara milenial.
Dan Alhamdulillah sudah jadi. Tinggal top up dana aja untuk iklan fb. (*)
Komentar